Ulat gerayak “baru” ini sudah dikenal atau populer dengan istilah FAW alias Fall Armyworm. Nama latinnya adalah Spodoptera frugiperda, atau sebut saja dalam istilah Indonesianya sebagai ulat gerayak jagung.
Hama ini tiba-tiba saja begitu ramai jadi bahan perbincangan dan diberitakan banyak media di Indonesia dengan latar belakang riwayat serangannya yang menimbulkan kerugian luar biasa bagi masing-masing negara yang disinggahinya. Mulai dari negara asalnya Amerika, kemudian Afrika, hingga sampai ke Asia, dan akhirnya “baru diketahui” masuk Indonesia. Di Afrika, kerugian akibat serangan ulat gerayak jagung itu dilaporkan mencapai US$4,6 juta per tahun. Bahkan, akibat serangan yang merata di seluruh India pada 2018, memaksa negara eksportir jagung tersebut melakukan impor jagung dari Ukraina hingga 1 juta ton.
Menurut Pakar Hama Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Dr. Suputa, hama ini diduga sudah ada di Indonesia jauh sebelum serangannya dilaporkan sangat parah pada pertanaman jagung di Sumatera pada akhir tahun lalu. Hal itu didasarkan pada mulai banyaknya laporan keberadaan hama yang aktif menyerang pada malam hari itu di berbagai wilayah di Indonesia dalam waktu yang singkat. Setelah Sumatera, laporan keberadaan ulat gerayak jagung FAW ternyata juga sudah muncul di Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan bahkan Papua.
“Saya menduga, hama ini sebenarnya sudah lama masuk di Indonesia. Hanya saja keberadaannya tidak sampai menimbulkan masalah, dan tidak disadari,” ujarnya.
Menurut Suputa, faktor lingkungan ekologi-lah yang menyebabkan keberadaan FAW selama ini tidak menimbulkan masalah serius pada tanaman jagung hingga tidak disadari keberadaannya di Indonesia. “Artinya, selama ini lingkungan ekologinya mendukung untuk tidak mendominasi serangan. Sementara hama (FAW) ini sebenarnya memiliki sifat invasif. Dia memiliki daya reproduksi yang sangat tinggi dan bisa menggeser spesies-spesies native (asli), dan musuh alami juga dikalahkan,” lanjutnya.
Tingkat serangan FAW pada tanaman jagung di Indonesia, khususnya di pulau Sumatera, dilaporkan cukup parah. Di Lampung, hama ini telah merusak 3.184 ha ladang jagung. Sementara di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, luas serangannya mencapai 1.498 ha.
“Tingkat serangan yang di Sumatera, terutama Lampung, sampai 100 persen,” ujar Hoerussalam, SP., M.Sc. dari Laboratorium Proteksi Tanaman, Departemen Bioteknologi PT BISI International, Tbk. yang turut serta dalam pengamatan lapang serangan FAW di Lampung bersama dengan Dr. Suputa.
Menyerang titik tumbuh
Salah satu ciri khas serangan hama ulat gerayak jagung FAW ini yaitu menyerang titik tumbuh tanaman. Sehingga dampak yang ditimbulkan menjadi lebih parah dan sangat merugikan para petani. Daun tanaman yang terserang akan terpotong, berlubang-lubang, dan robek. Titik tumbuhnya juga tampak terpotong dengan banyak kotoran di sekitarnya.
“Berbeda dengan ulat Spodoptera lainnya yang banyak menyerang bagian daun, (Spodoptera) frugiperda ini menyerang titik tumbuh tanaman jagung. Maka dampak serangannya bisa lebih tinggi. Petani akan gagal tanam, bukan lagi gagal panen. Karena yang diserang itu kebanyakan tanaman muda,” jelas Suputa.
Masa kritis serangan hama dari keluarga Noctuidae ini, kata Suputa, yaitu pada saat tanaman jagung berumur 15 hari setelah tanam (hst) hingga awal masa vegetatif. Namun, apabila populasinya banyak, FAW juga bisa menyerang tanaman yang sudah dewasa. Karena pada dasarnya larva hama ini bisa merusak hampir semua bagian tanaman jagung, mulai dari akar, daun, bunga, hingga tongkol.
Gejala serangan FAW ini bisa dilihat dari bekas gerekan larvanya yang bentuknya mirip dengan serbuk gergaji dan jumlahnya pun cukup banyak, bercampur dengan sisa-sisa kotoran larva. “Ulatnya sendiri, kalau siang hari, biasanya selalu sembunyi di dalam daun yang masih menggulung. Dan baru aktif makan lagi pada malam hari,” ujar Hoerussalam.
Telur FAW awalnya diletakkan oleh imagonya, yang memiliki kemampuan jelajah hingga 100 km per hari, pada permukaan daun jagung. Setelah menetas, larva muda (instar 1-3) akan langsung menyebar dan memakan jaringan daun, biasanya yang dimakan adalah bagian atas daun dan menyisakan lapisan epidermisnya saja. Sehingga pada bagian daun yang terserang itu akan muncul bekas gerekan putih transparan.
Pada fase perkembangan ulat berikutnya, yaitu instar 4-6, larva mulai masuk ke bagian yang lebih dalam dan memakan bagian daun yang masih menggulung dan melubangi calon daun tersebut. Sehingga bagian daun tersebut akan rusak berlubang dan secara langsung akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Pada fase ini juga titik tumbuh jagung menjadi sasaran empuk ulat ini, hingga mengakibatkan tanaman jagung gagal tumbuh.
Kenapa titik tumbuh menjadi ‘mangsa’ favorit hama ulat ini? Karena, ulat ini suka yang muda-muda. Menurut Suputa, salah satu alasan serangga menyukai tanaman inangnya yaitu karena warnanya yang terang. “Tanaman jagung muda itu memiliki warna yang lebih terang, terutama di bagian pupus atau daun mudanya. Sehingga lebih disukai hama ini. Titik tumbuh jagung muda itu juga memiliki tekstur yang lebih lunak,” terangnya.
353 spesies tanaman inang
Fall Armyworm (FAW) tergolong hama yang rakus dan polifag alias memiliki banyak ragam tanaman inang. Dalam ulasannya, Suputa menyebutkan inang hama ini sangat banyak, yaitu 353 spesies dari 76 famili tumbuhan.
“Tapi dari sekian banyak inang tersebut, yang utama adalah golongan Poaceae, Asteraceae, dan Fabaceae,” ujarnya.
Mengutip tulisan Montezano dkk. dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul “Host Plants of Spodoptera frugiperda (Lepidoptera: Noctuidae) in The Americas” (African Entomology Vol. 26, No. 2, 2018), dari ketiga famili suku tumbuhan yang menjadi inang utama FAW tersebut, terdapat 106 spesies tumbuhan dari suku Poaceae, di antaranya adalah: jagung, padi, sorgum, gandum, dan tebu. Kemudian 31 spesies tumbuhan dari suku Asteraceae, antara lain: bunga matahari, dahlia, aster, dandelion, dan selada. Sedangkan dari suku Fabaceae terdapat 31 spesies yang menjadi inang FAW, di antaranya adalah: kacang tanah, kedelai, buncis, dan kacang panjang.
Bahkan, tanaman hortikultura yang biasa ditanam di Indonesia seperti: tomat, cabai, kentang, terong, timun, melon, semangka, bayam, wortel, brokoli, kubis, bawang merah, dan daun bawang juga menjadi inangnya. Tidak hanya itu, tanaman buah pun juga dilaporkan menjadi inang FAW, antara lain: pisang, pepaya, alpukat, mangga, dan jambu biji.
Menurut Suputa, lantaran memiliki begitu banyak inang akan menyulitkan petani saat hendak melakukan rotasi tanaman. “Kalau tanaman yang hendak ditanam itu masih dalam kisaran inangnya, maka pola pergiliran tanaman yang tujuannya untuk memutus siklus hidup hama ini tidak akan banyak memberikan manfaat,” ungkapnya.