Di Indonesia, jagung telah menjadi komoditas utama tanaman pangan di samping padi. Penanamannya sendiri kebanyakan di lahan kering, dan sangat tergantung pada air hujan. Sehingga pengelolaan airnya harus dioptimalkan, terutama saat musim kemarau.
Jagung sendiri merupakan tanaman golongan C4 yang mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi lingkungan yang kering atau bercurah hujan rendah dan bersuhu tinggi. Pasalnya, tanaman bernama latin Zea mays L. itu sangat efisien dalam penggunaan air selama pertumbuhannya. Mengutip data Food and Agriculture Organization (FAO) melalui laman resminya, www.fao.org, tingkat penggunaan air tanaman jagung selama pertumbuhannya tergolong sedang, berkisar antara 500-800 mm, atau hanya membutuhkan curah hujan 100-200 mm per bulannya.
Meskipun lebih adaptif dalam lingkungan yang kering, tanaman jagung tetap memerlukan pasokan air yang cukup pada fase atau tahapan tertentu dalam pertumbuhannya. Menurut Doddy Wiratmoko, Manajer Pengembangan Produk Benih Jagung dan Padi PT BISI International, Tbk., tanaman jagung membutuhkan banyak air pada saat fase pembungaan dan pengisian biji.
Oleh karena itu, lanjut Doddy, saat bercocok tanam jagung, utamanya di musim kemarau, pasokan air pada stadia penting tersebut harus diperhatikan, agar hasil panennya tetap optimal. Periode pertumbuhan tanaman jagung yang membutuhkan pengairan dibagi menjadi lima fase, yaitu: fase pertumbuhan awal (fase 0 selama 15-25 hari), fase vegetatif (fase 1 selama 25-40 hari), fase pembungaan (fase 2 selama 15-20 hari), fase pengisian biji (fase 3 selama 35-45 hari), dan fase pematangan (fase 4 selama 10-25 hari).
“Pertama yang harus diperhatikan adalah pengairan yang cukup pada titik kritis, yaitu: masa awal tumbuh, pembungaan, dan pengisian biji,” ujar Doddy.
Mengutip keterangan FAO, frekuensi pemberian air pada tanaman jagung selama satu musim tanam berkisar 2-5 kali. Dalam kondisi tidak ada hujan dan ketersediaan air irigasi sangat terbatas, maka pemberian air bagi tanaman dapat dikurangi dan difokuskan pada periode pembungaan (fase 2) dan pembentukan biji (fase 3). Sementara pemberian air selama fase vegetatif bisa dikurangi.
Selain itu, kata Doddy, penggunaan varietas jagung yang tahan dalam kondisi lingkungan kering juga sangat dianjurkan. Menurutnya, dengan menggunakan varietas yang tahan kekeringan, bercocok tanam di musim kemarau dengan ketersediaan air yang terbatas menjadi lebih mudah bagi petani.
“Beberapa varietas jagung yang bisa dijadikan pilihan saat musim kemarau yaitu, jagung super hibrida BISI 18, BISI 79, dan BISI 99,” terang Doddy.
Waspada Serangan Hama
Datangnya kemarau biasanya diikuti juga dengan adanya serangan hama pada pertanaman jagung, terutama ulat dan kutu daun (Aphid). Hama ulat umumnya menyerang pada semua fase pertumbuhan tanaman jagung. Potensi kehilangan hasilnya bisa mencapai 80%. Seperti ulat penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis) dan ulat gerayak baru yaitu Spodoptera frugiperda yang saat ini masih banyak menyerang pertanaman jagung di Indonesia.
Hama lain yang patut diwaspadai saat kemarau adalah kutu daun (Aphids maidis). Hama ini menghisap cairan tanaman jagung hingga bisa menyebabkan kehilangan hasil 16-78%.
Menurut Ali Mashari, Pesticide Product Development PT Multi Sarana Indotani, serangan hama bisa diantisipasi dengan berbagai macam cara, mulai dari penanaman serempak agar makanan tidak tersedia bagi hama secara terus menerus, penanaman tanaman refugia sebagai tempat hidup sekaligus makanan bagi musuh alami, hingga penggunaan insektisida yang tepat.
Pestisida bisa diberikan sebagai langkah antisipasi sejak dini dengan menggunakan insektisida yang tepat. Menurut Ali, insektisida Crumble 100EC yang diberikan bersama dengan insektisida biologi Turex WP efektif untuk mencegah dan mengatasi serangan ulat pada tanaman jagung, terutama ulat gerayak Spodotera frugiperda.
“Karena hama ulat itu aktifnya saat malam hari, maka penyemprotannya sebaiknya juga dilakukan pada malam hari atau pagi hari saat matahari belum terbit. Agar ulatnya bisa terkena paparan insektisida secara langsung,” terang Ali.
Penggerek batang jagung, lanjut Ali, bisa dicegah sejak dini dengan mengaplikasikan insektisida Trisula 450SL atau Ventura 3GR saat awal tanam. “Sementara untuk kutu daun, aplikasi insektisida bisa diberikan saat mulai muncul gejala, dengan menggunakan insektisida Winder 25WP atau Winder 100EC,” jelasnya. (AT)