Awal perkenalan Pak Sujai (47) dengan BISI 18 dimulai saat pertama kalinya ia mulai ‘belajar’ bercocok tanam jagung, empat tahun yang lalu. Petani dari Dusun Bale Panjang, Desa Pandean, Kecamatan Rembang, Pasuruan, Jawa Timur itu sebelumnya hanya menanam kedelai sebagai tanaman utama di lahan tadah hujan yang ia kelola.
Menurut Pak Sujai, alasan utamanya beralih ke tanaman jagung adalah karena hasilnya yang lebih banyak dibandingkan kedelai. Saat itu ia melihat hasil panen jagung di kawasan Raci, Pasuruan. Kemudian ia pun langsung tertarik untuk memulai usaha tani jagung. Tidak lagi bercocok tanam kedelai.
“Jadi, sejak pertama belajar tanam jagung itu saya sudah menggunakan benih BISI 18,” terangnya.
Hasilnya Sudah Terbukti
Meskipun saat itu baru pertama kalinya belajar menanam jagung, Pak Sujai langsung merasakan enaknya. Ia juga langsung merasa cocok dengan benih yang digunakannya, yaitu benih hibrida super BISI 18.
Pertama kalinya bercocok tanam jagung, semua lahannya ia tanami BISI 18. “Saya langsung tanam BISI 18 sebanyak sepuluh kilogram,” terangnya.
Menurutnya, jagung hibrida super produksi PT BISI International, Tbk. itu sangat cocok dengan kondisi lingkungan di daerahnya yang tadah hujan. “Pertumbuhannya bagus, apalagi setelah pemupukan pertama, cepat dan serempak tumbuhnya. Tanamannya juga lebih tahan bulai,” ujar Pak Sujai.
Hasilnya pun, kata Pak Sujai, langsung membuatnya ketagihan untuk kembali menanam BISI 18 sampai sekarang. “Hasilnya mantab, lebih tinggi ketimbang jagung yang lainnya. Saat itu dapat hasil 5 ton pipil kering (dari 10 kg benih),” jelasnya.
Hasil itu memberinya keuntungan yang berlipat. Dengan harga jual saat itu sekitar Rp3.500/kg, Pak Sujai mendapatkan hasil Rp17,5 juta. “Biayanya kurang lebih hanya Rp2 juta,” ujarnya. Dengan demikian, dari bercocok tanam jagung BISI 18 itu ia sudah mengantongi hasil bersih lebih dari Rp15 juta.
Menurut Pak Sujai, hasil panen BISI 18 memang lebih bobot, dan bobot pipilnya tidak banyak berkurang setelah dijemur hingga kering. “Bobotnya anteb (berat-red.). Satu karung bekas gula pasir itu bobot pipil keringnya mencapai 65 kilogram. Kalau menggunakan karung bekas pupuk beratnya sampai 75 kilogram. Itu sudah (pipil) kering,” urainya.
Lantaran itulah, kata Pak Sujai, sampai saat ini ia enggan untuk beralih dari BISI 18. “Mulai pertama sampai sekarang tetap BISI 18. Ndak pindah blas (tidak pindah sama sekali-red.). Merek (jagung) lain saya tidak tertarik. Sudah terlanjur mantab dengan BISI 18,” ungkapnya.
Bahkan, lanjutnya, para petani jagung di desanya juga menanam BISI 18. “Di desa saya semuanya tanam BISI 18. Karena hasilnya sudah terbukti nyata,” tegas Pak Sujai. (AT)