Sensasi BISI-220, Menyengat!!
3,400 views

Besar, panjang, dan seragam tongkolnya. Itulah penciri utama dari jagung super hibrida baru ini, dan sebagaimana namanya, BISI 220, siap memberikan ‘sengatan’ keuntungan lebih bagi para petani.

Namanya memang langsung mengingatkan pada tegangan listrik dari PLN, yaitu 220 Volt. Namun, terlepas dari itu semua, nama yang diusung oleh varietas jagung super hibrida baru ini, yaitu BISI 220, diharapkan bisa memberikan ‘sengatan’ keuntungan yang lebih baik bagi para petani.

Jagung produksi PT BISI International, Tbk. (BISI) itu memang layak dijadikan alternatif pilihan yang lebih baik bagi para petani jagung. Bukan hanya tinggi produksinya, tapi juga tahan terhadap serangan penyakit utama pada tanaman jagung, yaitu downy mildew atau bulai (Peronosclerospora maydis), karat daun (Puccinia polysora), dan hawar daun (Helminthosporium maydis).

 

“Sejak awal tumbuh bagus. Tanamannya sangat seragam. Kulo senenge (BISI) 220 niku tahan bule (saya senangnya dengan BISI 220 itu karena lebih tahan bulai-red.),” ujar Dasuki, petani jagung dari Desa Cancung, Bubulan, Bojonegoro, Jawa Timur. Lahannya sendiri berupa lahan tadah hujan yang berada di lingkup kawasan hutan milik Perhutani.

Hal yang sama juga dikatakan Ngadimin, petani sekaligus pengepul jagung di Desa Tulungrejo, Trucuk, Bojonegoro. Ditanam di musim yang rentan serangan bulai, tanaman BISI 220 tetap aman sampai panen.

“Hanya saja (tanaman BISI 220) ini sempat tergenang tiga kali. Karena kemarin tanam pas banyak-banyaknya hujan. Waktu umur seminggu sampai 15 hari tergenang. Tapi meskipun begitu ternyata tanamannya masih kuat dan tumbuh baik sampai panen sekarang ini,” kata Ngadimin saat ditemui Abdi Tani di lahan BISI 220 miliknya yang siap dipanen.

 

Pengalaman ‘tergenang’ saat tanam jagung baru itu juga disampaikan petani lain di Tulungrejo, yaitu Dwi Pujo Irianto. “Dari awal tanam sampai berbuah hujan terus. Tidak pernah kering. Bahkan sampai tergenang berkali-kali. Pengalaman saya, kalau tanam jagung dengan kondisi seperti itu, seringnya akan gagal panen. Tapi jagung (BISI 220) ini ternyata masih kuat dan bisa panen normal,” terangnya.

Setali tiga uang, Suhardi juga mengalami hal yang sama saat menanam jagung tersebut. Tanaman jagung BISI 220 yang ditanam petani asal Desa Sumberarum, Dander, Bojonegoro itu sudah kebanjiran sejak tanamannya berumur seminggu.

“Sampai dua hari tergenang. Selang lima hari kemudian banjir lagi. Tapi Alhamdulillah ternyata masih bisa tumbuh baik, meskipun kurang optimal. Kalau tidak kebanjiran sudah pasti sangat bagus. Pertumbuhannya itu bagus dan cepat, serta sangat tahan penyakit bulai,” ujar Suhardi.

Sementara itu kondisi sebaliknya dialami Dasuki. BISI 220 yang ia tanam untuk kedua kalinya di kawasan hutan milik Perhutani justru sempat kekeringan. “Tanam yang kedua itu di awal kemarau. Ternyata kondisinya lebih kering. Sehingga sampai tidak bisa melakukan pemupukan yang kedua. Karena airnya tidak ada. Tapi masih bisa bertahan hingga panen. Jadi menurut saya jagung ini memang tahan segala musim. Pertama kali saya tanam di musim hujan bagus. Yang kedua ini di musim kemarau atau walikan, kondisinya kekeringan, tapi masih bisa panen lumayan bagus,” terangnya.

 

 

Tongkol besar dan panjang

Salah satu ciri khas varietas baru ini adalah tongkolnya yang besar, panjang, dan seragam. Sehingga wajar kalau potensi hasilnya pun juga tinggi, hingga 11 ton per hektar pipil kering.

“Saya suka tongkolnya. Beda dengan jagung yang lain. Ini lebih panjang dan besar. Warnanya (biji) juga termasuk bagus, merah kekuningan,” kata Dasuki.

Hal senada juga disampaikan Ngadimin, Pujo, dan Suhardi. Menurut mereka, dengan karakter tongkol seperti itu BISI 220 sangat menjanjikan untuk dijadikan alternatif pilihan yang lebih baik bagi para petani.

“Selain karena tanamannya sendiri bagus dan tahan penyakit, terutama bulai, BISI 220 juga memiliki bentuk dan ukuran tongkol yang berbeda, panjang dan besar. Warna bijinya juga menarik, dan bisa penuh hingga ujung tongkol. Menurut saya jagung ini prospek sekali untuk dikembangkan,” terang Pujo.

 

Hasil panennya sendiri juga berhasil ‘menyengat’ rasa puas para penanamnya. Dasuki misalnya. Dari lahan tadah hujan, dan dua kali tanam di musim yang berbeda, ia bisa mendapatkan hasil panen rata-rata 6,3 kuintal pipil basah per kilogram benih.

“Petani di sini jualnya pipil basah semua, karena tidak punya tempat untuk mengeringkan. Dapat 6,3 kuintal itu sudah bagus. Sesuai dengan besar dan panjangnya tongkol,” ujar Dasuki yang dalam sekali tanam jagung membutuhkan 25 kilogram benih.

Jais, petani jagung dari Desa Aengdake, Kecamatan Bluto, Sumenep, juga menyampaikan kepuasannya setelah mencoba tanam si “tegangan tinggi” itu. “Hasilnya lebih banyak dari jagung lain yang biasa saya tanam. Ukuran tongkolnya sangat seragam, besar dan panjang. Tanamannya sangat tahan penyakit, terutama bulai,” kata Jais yang dari hasil panennya mendapat 7,9 ton pipil kering per hektar.

Hal yang sama juga dikatakan Saerun, petani jagung dari Desa Malangsari, Tanjunganom, Nganjuk, Jawa Timur. Pertama kalinya mencoba menanam sebanyak 4 kg benih, ia langsung mengaku puas dan ingin terus menanam si jagung ‘bertegangan tinggi’ 220 itu.

Marem saestu kulo, seneng kulo. Bumi seperempat saget medal 2 ton (Saya benar-benar puas, senang sekali. Dari lahan seperempat hektar bisa menghasilkan 2 ton pipil kering-red.),” ujar Saerun yang kembali menanam BISI 220 di lahan yang lebih luas.

 

Petani sekaligus pedagang jagung, Suwito, menyebutkan bahwa performa jagung BISI 220 meyakinkan. “Kanggone tiyang tani ngeten niki sampun marem. Tongkole maremake, sedoyo maremake. Kan sampun saget dibuktekaken teng lapangan lan disakseaken piyambak. Dadose niki umpami boso kasare mboten umuk (Bagi para petani ini sudah memuaskan. Tongkolnya memuaskan, semua memuaskan. Karena sudah dibuktikan di lapangan dan disaksikan semuanya. Jadi ini istilah kasarnya bukan omong kosong-red.),” terang Suwito yang berasal dari Desa Getas, Tanjunganom, Nganjuk.

Marsudi, petani jagung di Desa Getas, Tanjunganom, Nganjuk juga menyampaikan pengalaman yang menyenangkan terkait BISI 220 yang ditanamnya di lahan seluas 60 ru (sekitar 840 m2). Jagung super hibrida produksi PT BISI itu bisa menghasilkan 900 kg pipil kering atau setara 10,7 t/ha pipil kering atau dari sekilo benih bisa menghasilkan tidak kurang dari 700 kg pipil kering.

Perawatane mayar. Jagunge ngentol-ngentol (Perawatannya gampang. Jagungnya bisa besar-besar-red.),” ujar Marsudi yang selama perawatan tanamannya itu hanya menghabiskan pupuk tidak lebih dari 1 kuintal.

Rudi, petani jagung di Desa Cihaur, Kecamatan Maja, Majalengka, Jawa Barat juga merasa senang dengan hasil panen BISI 220 yang ditanamnya sendiri. Rendemennya cukup tinggi, 80,6%. Dari lahan seluas 100 bata (2 kg benih), ia mendapatkan 1,6 ton pipil basah. Setelah dikeringkan ia mendapat tidak kurang dari 8 kuintal atau setara 8-9 ton pipil kering per hektar. “Yang lahan bawah banyak terkena naungan. Tapi hasilnya ini menurut saya sudah bagus, memuaskan,” ujar Rudi.

 

Sementara itu Edi, dari Desa Wonoasri, Tempurejo, Jember, mendapatkan hasil yang lebih ‘menyengat’. Meskipun baru pertama kalinya mencoba tanam BISI 220, dan tidak banyak, hanya 200 gram benih, namun hasilnya telah membuatnya sangat puas dan juga terkejut. Dari benih 200 g itu, ia memperoleh hasil 152 kg pipil kering (bukan pipil basah). Berarti untuk 1 kg benih hasilnya mencapai 760 kg pipil kering, dan untuk luasan satu hektar mencapai 11,4 t pipil kering.

 

Bagikan :     facebook      twitter        
Copyright @ PMD|BISI 2024