Lahan hutan, khususnya hutan produksi, menjadi salah satu potensi pengembangan produksi tanaman jagung. Di sela-sela pohonnya, tanaman jagung bisa tumbuh dengan baik. Kesesuaian varietas menjadi kunci utama keberhasilan budidaya jagung dengan konsep agroforesty itu.
Saat itu, lahan hutan yang digarap Muhammad Soim mengalami kekeringan, hujan yang biasanya mengguyur tidak lagi datang. Sementara tanaman jagung super hibrida BISI 99 yang ditanamnya di bawah tegakan pohon mahoni milik Perhutani sudah memasuki masa generatif, yang membutuhkan asupan air yang cukup agar hasilnya optimal.
“Sudah lebih dari sebulan tidak ada hujan sama sekali, padahal tanamannya sudah mulai bertongkol,” ujar Soim petani lahan hutan Desa Pelang, Kecamatan Kedunggalar, Ngawi, Jawa Timur.
Soim pun hanya bisa pasrah dengan keadaan, karena lahannya itu memang tadah hujan, yang hanya mengandalkan air hujan untuk pengairannya. “Mau bagaimana lagi? Tanamannya ya hanya bisa kami biarkan tumbuh semampunya tanpa pengairan sama sekali sampai panen,” ungkapnya.
Hal yang sama juga dirasakan petani jagung lain di wilayahnya. Meskipun dalam kondisi seperti itu, tanaman jagung BISI 99 milik Soim masih mampu tumbuh dengan baik, sementara tanaman jagung petani lainnya banyak yang mengalami kerusakan hingga gagal panen akibat kekurangan air.
“Tanamannya masih bisa tumbuh dengan baik. Hanya saja ukuran tongkolnya jadi kurang maksimal, tapi ukurannya tetap seragam dan bijinya penuh sampai ujung tongkol. Tapi ini sudah lebih bagus dari jagung lain, bahkan ada jagung lain yang sampai tidak keluar tongkol,” terang Soim.
Hal yang sama juga disampaikan Panikem, petani jagung lahan hutan Desa Sriwedari, Karanganyar, Ngawi. Kendala kekeringan memang sudah menjadi tantangan rutin bagi para petani jagung hutan di Sriwedari.
“Alhamdulillah dengan tanam BISI 99 ini masih bisa panen. Lainnya banyak yang tidak bisa panen, karena tidak ada air lagi,” kata Panikem.
Hasilnya pun, lanjut Panikem, masih memuaskan. Dari sekilo benih jagung super hibrida BISI 99, mampu menghasilkan hingga 500 kilogram jagung pipil kering. “Saya suka tongkolnya. Meskipun ditanam di bawah naungan (tanaman hutan), tongkolnya tumbuh seragam dan bijinya penuh semua. Warna bijinya juga bagus, kuning agak merah,” ujarnya.
Tahan Bulai dan Busuk Batang
Tantangan lain bercocok tanam jagung di sela-sela tanaman hutan adalah serangan penyakit yang dipicu infeksi jamur akibat dari kondisi lingkungan yang lebih lembab, seperti penyakit bulai dan busuk batang.
Untuk tantangan tersebut, BISI 99 sudah terbukti mampu menaklukkannya. Soim membuktikannya sendiri. Di tanam di bawah tegakan pohon mahoni, jagungnya itu tumbuh optimal aman dari serangan dua penyakit itu.
“Dari awal sudah bagus tumbuhnya. Lebih tahan bulai, sampai panen aman, meskipun sempat terkendala kekeringan,” katanya.
Sementara itu Joko Susanto, petani jagung lahan hutan dari Desa Rejuno, Kecamatan Karangjati, Ngawi, menyebutkan bahwa jagung produksi PT BISI International Tbk itu juga lebih tahan busuk batang.
“Biasanya bulai dan busuk batang sering menjadi masalah, tapi BISI 99 ini memang tahan. Tidak ada yang terserang, aman sampai panen, dan hasilnya memuaskan. Dari tiga kilogram benih, saya bisa dapat 1,24 ton pipil kering,” ujar Joko.
Maulan, petani jagung di Desa Pakisrejo, Kecamatan Tanggung Gunung, Tulungagung juga membenarkan. BISI 99 yang ditanamnya di bawah tegakan hutan jati tetap aman dari bulai yang dipicu jamur Peronosclerospora maydis dan juga busuk batang akibat infeksi jamur Fusarium sp.. (AT)