BISI 79, itulah namanya. Jagung yang satu ini juga berjenis hibrida. Super hibrida tepatnya. Kenapa harus ada kata ‘super’ di depannya? Karena varietas terbaru dari PT BISI International, Tbk. itu memang memiliki keunggulan tersendiri yang menjadikannya lebih ‘superior’ dari jagung hibrida lainnya.
Apa iya lebih superior? Dari sejumlah petani yang telah mencoba tanam, BISI 79 memang berbeda dari jagung hibrida lain. Seperti Haji Adenan, petani jagung di Desa Kendang Dukuh, Kecamatan Wonorejo, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Pertama kalinya mencoba menanam jagung tersebut langsung jatuh cinta dan merencanakan untuk tanam lagi di lahan yang lebih luas.
“Ini baru pertama kalinya tanam, hanya 5 kilogram benih. Alkhamdulillah bagus semua tanamannya. Pertumbuhannya bagus, seragam,” ujar Adenan.
Yang paling membuat Adenan tertarik untuk kembali menanam BISI 79 adalah tongkolnya. “Banyak yang bertongkol dua. Padahal ini pakai jajar legowo dengan jarak tanam yang agak rapat, 70x20x40 cm,” ungkapnya.
Tidak hanya bertongkol dua. Menurut Adenan, tongkol, atau petani setempat menyebutnya dengan istilah “ontong”, dari BISI 79 juga lebih besar dan seragam. Pun dengan yang bertongkol dua, masing-masing tongkol memiliki ukuran dan bentuk yang seragam.
“Ontongnya (tongkolnya-red.) lebih besar. Klobotnya menutup sempurna dan bijinya juga bisa penuh sampai ujung. Yang bertongkol dua juga sama. Besarnya sama dan warna bijinya juga bagus,” terang Adenan.
Warna biji BISI 79, kata Adenan, memang bagus. Secara fisik, bijinya yang bertipe semi mutiara itu memiliki warna oranye kekuningan yang menjadi salah satu penanda tingginya rendemen dan bobot. “Warna bijinya oranye kemerahan, tidak ada putihnya. Biji yang seperti ini kalau digiling lebih bobot dan tidak akan banyak bubuk (tepung-red)-nya,” ujarnya.
Performa BISI 79 tersebut juga mendapat apresiasi Lugiman, PPL Desa Kendang Dukuh sekaligus Koordinator BPP Kecamatan Wonorejo. Menurutnya, dengan bertongkol dua, maka potensi hasil yang bisa didapat petani bisa lebih banyak.
“Saya lihat meskipun ditanam dengan jarak tanam rapat, tanamannya masih bisa bertongkol dua dan besar-besar. Ini membuka peluang peningkatan produksi jagung dan pendapatan petani,” ujar Lugiman.
Batu dan kekeringan
Ada yang menarik saat jagung super hibrida BISI 79 milik Adenan dipanen. Para pekerja bagian angkut dari lahan ke mobil mengeluh. “Jagungnya lebih berat. Untuk menaikkan ke pundak harus dibantu dulu, karena lebih berat. Seperti ngangkat batu,” ujar salah seorang pekerja yang tengah mengangkat hasil panenan BISI 79 dari lahan milik Adenan.
Dibanding dengan jagung lainnya, selisih berat per karung BISI 79 bisa 10 kg lebih berat. Tentunya hal ini menjadi nilai tambah tersendiri bagi petani.
“Bobotnya memang lain daripada yang lain. Biasanya kalau tanam 1 kilogram benih dapatnya 4 hingga 5 kuintal pipil kering, tapi kalau lihat BISI 79 seperti ini pasti bisa sampai 6 kuintal,” kata Adenan yang sudah 18 tahun menekuni usaha tani si emas kuning ini.
“Makanya setelah selesai ini saya akan tanam lagi yang lebih luas, sekitar 14 kg benih atau satu hektar kurang sedikit. Untuk bekal naik haji lagi,” lanjutnya yakin.
Dari hasil uji rendemen sederhana yang dilakukan dengan mengambil beberapa sampel tongkol jagung BISI 79 dari lahan, rendemennya cukup tinggi, sekitar 83,5%.
“Itu dari hasil timbangan langsung. Empat tongkol yang diambil acak di lahan beratnya 1.099 gram. Setelah dipipil, berat bijinya saja 918 gram. Sehingga ketemu rendemennya, yaitu 83,5 persen,” terang Hasan Prasojo, petugas lapang PT BISI International, Tbk. area Probolinggo.
Selain itu, jagung dengan potensi hasil hingga 12 t/ha tersebut juga lebih adaptif di lingkungan yang sulit air. Sehingga bisa menjadi pilihan yang baik bagi para petani di lingkungan yang sulit air.
Aminatus Solihah membuktikannya sendiri. Petani di Desa Muneng Kidul, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur itu berhasil memanen BISI 79 dalam kondisi lingkungan yang kurang air.
“BISI 79 memang lebih kuat. Meskipun kurang air hasilnya masih bisa bagus. Seperti ini, tongkolnya masih bisa terbentuk optimal, cukup besar, dan seragam,” terang Solihah saat ditemui Abdi Tani di lahan BISI 79 miliknya yang sudah siap panen.
Doddy Wiratmoko, Product Development Senior Manager PT. BISI International, Tbk secara terpisah menjelaskan bahwa keunggulan BISI-79 terutama adalah kemampuannya beradaptasi pada lahan yang kering dan kekurangan air, sehingga cocok ditanam di daerah-daerah tadah hujan.
Di beberapa lokasi tanam juga terlihat kemampuannya bertongkol dua, bukan hanya di luar tetapi hingga ke dalam lahan. Relatif tahan terhadap bulai dan karat daun. Potensi hasil mencapai 11,4 ton per hektar pipil kering.
Selain itu tanaman BISI-79 ini kokoh dan berbatang besar, sehingga sangat tahan terhadap terpaan angin kencang di sejumlah daerah di Indonesia, demikian tambahnya.
Sumber : Abdi Tani