Hamparannya luas dengan kontur tanah yang tidak sepenuhnya datar, khas perbukitan dengan ketinggian sekitar 450 mdpl. Curah hujannya juga cukup tinggi, 3.000 – 3.500 mm per tahun. Itulah gambaran singkat lahan perkebunan milik PT Perkebunan Glenmore (PT Glenmore), perusahaan perkebunan karet di Glenmore, Banyuwangi, Jawa Timur.
Di lahan itulah, jagung hibrida super BISI 321 “Simetal” ditanam, dalam hamparan yang cukup luas, 153 ha. Penanaman jagung itu merupakan bagian dari optimalisasi lahan perkebunan agar tetap memberikan hasil yang menguntungkan bagi perusahaan produsen karet itu.
Menurut Supeno, Pimpinan Perkebunan PT Glenmore, lahan perkebunan yang digunakan untuk penanaman jagung tersebut merupakan lahan bekas tanaman karet yang sedang diremajakan.
“Setiap tahun itu kami membongkar tanaman karet untuk diremajakan. Setelah dibongkar itu ada tenggang waktu untuk melakukan replanting tanaman karet. Nah, selama masa tenggang itulah lahannya kami tanami jagung,” terang Pak Peno, sapaan akrab Supeno.
Tanaman karet sendiri, kata Pak Peno, dari awal tanam hingga bisa disadap getahnya memerlukan waktu 4-5 tahun. “Jadi, minimal selama lima tahun itu lahannya (yang ada di sela-sela tanaman karet) bisa kita tanami jagung,” ujarnya.
Kenapa memilih jagung? Menurutnya, tanaman semusim itu memiliki umur panen yang lebih pendek. Sehingga bisa lebih cepat memberikan pendapatan bagi perusahaan.
“Tanaman jagung masih akan menjadi pilihan utama sebagai tanaman sela di perkebunan ini,” terang Pak Peno.
Menurut Pak Peno, terpilihnya Simetal sebagai varietas jagung andalan di perkebunan tersebut bukan tanpa alasan. Sebelumnya, pihaknya telah melakukan uji coba penanaman beberapa varietas jagung, salah satunya Simetal.
“Banyak varietas jagung yang kita coba tanam di sini. Ternyata, yang paling cocok dan potensi hasilnya tinggi memang BISI 321 ini. Sehingga untuk pengembangan selanjutnya, kami merasa BISI 321 masih menjadi varietas yang cocok untuk perkebunan di PT Glenmore,” ungkapnya.
Tahan Bulai dan Karat Daun
Salah satu alasan utama dipilihnya jagung Simetal di perkebunan milik PT Glenmore adalah ketahanannya terhadap serangan penyakit karat daun. Menurut Pak Peno, karat daun memang menjadi kendala utama penanaman jagung di areal perkebunannya.
“Karena di perkebunan ini curah hujannya tinggi, sekitar 3.000 hingga 3.500 mm per tahun. Sehingga kalau varietas itu tidak tahan, pasti akan kena karat daun,” terang Pak Peno.
Hal itu juga dibenarkan Mandor Kepala Afdeling Sumber Manggis PT Glenmore, M. Hasan Basri. Menurutnya, serangan penyakit yang dipicu oleh infeksi jamur Puccinia sorghi itu bisa mengakibatkan kerugian dan gagal panen.
“Tanaman jagung sebelum ini banyak kegagalan. Karena, tanamannya tidak tahan karat daun. Sampai 50% gagal panen,” terang Pak Hasan yang bertanggung jawab terhadap penanaman jagung Simetal seluas hampir 15 ha di Afdeling Sumber Manggis.
Ketahanan Simetal terhadap karat daun memang sudah teruji dan terbukti di perkebunan tersebut. Dari awal tanam hingga panen, tanamannya aman dari penyakit itu. “Pokoknya, kalau tanam jagung di sini, yang pertama harus tahan penyakit karat daun. Seperti BISI 321 (Simetal) ini, karena tahan karat daun, maka bisa selamat sampai panen,” ungkap Pak Hasan.
Bukan hanya karat daun, jagung Simetal juga terbukti bersih dari serangan penyakit utama pada tanaman jagung yang lain, yaitu bulai (Peronosclerospora maydis). “Bulai juga tidak ada. Aman,” tambah Pak Hasan.
Lebih Menguntungkan
Penanaman jagung hibrida super BISI 321 Simetal seluas 153 ha di perkebunan PT Glenmore itu dilakukan dalam waktu yang tidak bersamaan. Dari keempat afdeling, yaitu Sumber Manggis, Besaran, Kalitarik, dan Sepanjang Lor, umurnya beragam.
“Ada yang sudah panen. Tapi rata-rata sudah memasuki masa panen,” terang Pak Peno.
Dari tanaman yang sudah selesai dipanen di Afdeling Kalitakir, menjadi pembuktian tingginya hasil panen Simetal. “Hasil panen di Kalitakir dapat 15,7 ton gelondong per hektar,” ujar Pak Ribut, Kepala Mandor PT Glenmore.
Hasil itu, kata Pak Ribut, melebihi hasil rata-rata panenan jagung di perkebunan selama ini. “Rata-rata di bawah 10 ton per hektar gelondong. Paling bagus 12 ton (per hektar),” ujarnya.
Menurut Pak Ribut, kondisi lingkungan perkebunan dengan curah hujan tinggi dan rawan penyakit karat daun dan busuk batang memang memberikan tantangan tersendiri dalam budidaya jagung. “Kalau varietas jagung lain (yang sebelumnya ditanam pihak perkebunan), dengan kondisi seperti itu karat daun sudah pasti masuk. “Dari pengalaman kami, kalau sudah terkena karat daun hasilnya paling hanya bisa dapat 6 ton gelondong per hektar. Kami sudah pasti merugi,” ungkapnya.
Dengan hasil panen Simetal yang mencapai 15,7 t/ha tersebut, lanjut Pak Ribut, jelas memberikan keuntungan lebih bagi perusahaan. Tongkol besarnya benar-benar memberikan hasil nyata.
Seperti yang disampaikan Pak Hasan, dengan performa Simetal yang terbukti bagus itu untuk menghasilkan 16 ton gelondong per hektar bukan hal yang sulit. Dari hitungannya, dengan menanam Simetal dengan biaya Rp15 juta per hektar, maka untuk menghasilkan Rp30 juta per hektar bukan hal yang sulit.
“Apalagi ini tongkolnya lebih besar dan bobot, satu kilogram berisi tiga tongkol. Wah, ini iso oleh okeh (wah, ini bisa dapat banyak-red.),” kata Pak Hasan. (AT)